Evolusi Hukum Tanda Tangan Digital di Indonesia: Dari UU ITE 2008 hingga Revolusi 2024



Mengapa Hukum Tanda Tangan Digital Penting Bagi Bisnis Anda?

Dalam dunia bisnis modern, dokumen digital dan #TandaTanganDigital bukan lagi pilihan—melainkan keharusan. Namun, masih banyak pelaku usaha yang ragu tentang aspek legalitasnya. Artikel ini akan mengupas tuntas evolusi hukum tanda tangan digital di Indonesia secara kronologis, dari skeptisisme awal hingga kepastian hukum yang kuat hari ini.

Kronologi Evolusi Hukum: 2008-2024
2008: Fondasi Awal - UU ITE Pertama

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Tahun 2008 menandai dimulainya era digital Indonesia dengan disahkannya UU ITE pertama. Undang-undang ini mulai mengakui keberadaan tanda tangan elektronik, meski masih dalam bentuk yang sangat umum dan belum detail.

Poin Penting:

·         Tanda tangan elektronik diakui memiliki kekuatan hukum

·         Masih banyak keraguan di kalangan praktisi hukum

·         Belum ada regulasi teknis yang detail

2012: Peraturan Teknis Pertama

PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana yang memberikan panduan teknis lebih detail tentang penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik.

2016: Revisi dan Penyempurnaan

UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008

Revisi pertama UU ITE ini membawa penyempurnaan dalam berbagai aspek, termasuk memperjelas ketentuan tentang tanda tangan elektronik dan dokumen digital.

2019: Regulasi Teknis Terkini

PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Peraturan ini menggantikan PP 82/2012 dan memberikan kerangka yang lebih komprehensif untuk:

·         Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik (PSrE)

·         Persyaratan teknis tanda tangan elektronik

·         Kewajiban penggunaan sertifikat elektronik untuk transaksi tertentu


2024: Revolusi Besar - Kewajiban Sertifikasi

UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008

Disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2024, undang-undang ini membawa perubahan revolusioner dengan menambahkan Pasal 17 Ayat 2a yang menyatakan:

"Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik."

Transaksi berisiko tinggi meliputi:

·         Transaksi keuangan tanpa tatap muka fisik

·         Buy Now Pay Later (BNPL)

·         P2P Lending

·         Transaksi perbankan digital

Sumber: Analisadaily.com - Setiap Transaksi Keuangan Digital Wajib Pakai Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi

Implementasi di Sistem Peradilan
2018: PERMA No. 3 Tahun 2018

Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik, yang mengakui dokumen elektronik dalam sistem peradilan.

2019: PERMA No. 1 Tahun 2019

Mengatur tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dengan penambahan ketentuan tanda tangan elektronik untuk salinan putusan.

2024: Terobosan Pengadilan Agama Salatiga

Pengadilan Agama Salatiga menjadi pengadilan pertama di Indonesia yang resmi menerapkan Tanda Tangan Elektronik untuk dokumen perkara seperti Berita Acara Sidang, Putusan, dan Penetapan.

Izin resmi diberikan melalui surat Kepaniteraan Mahkamah Agung nomor 1737/PAN/HK.06/X/2024 tertanggal 11 Oktober 2024.

Sumber: Pengadilan Agama Salatiga

Sertifikat Elektronik: Kunci Keabsahan
Apa itu PSrE (Penyelenggara Sertifikasi Elektronik)?

PSrE adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik. Di Indonesia, PSrE dikategorikan menjadi:

1. PSrE Berinduk

·         Diawasi langsung oleh Kominfo

·         Contoh: PERURI

2. PSrE Terdaftar

·         Sudah terdaftar di Kominfo

·         Belum melalui proses sertifikasi penuh

3. PSrE Tersertifikat

·         Lulus audit teknis dari Kominfo

·         Memiliki standar keamanan yang teruji

Dampak Praktis untuk Bisnis
Yang Wajib Menggunakan TTE Tersertifikasi:

·         Perusahaan fintech (BNPL, P2P Lending)

·         Bank untuk transaksi digital

·         Perusahaan asuransi untuk polis digital

·         Kontrak elektronik bernilai tinggi

Manfaat Implementasi:

·         Kepastian Hukum: Dokumen memiliki kekuatan pembuktian yang kuat

·         Efisiensi Proses: Transaksi lebih cepat tanpa mengorbankan keamanan

·         Compliance: Memenuhi persyaratan regulasi terbaru

·         Kepercayaan Klien: Meningkatkan kredibilitas perusahaan

Langkah Praktis Implementasi
Fase 1: Evaluasi Kebutuhan

·         Identifikasi transaksi yang termasuk kategori "berisiko tinggi"

·         Audit sistem dokumen digital yang sudah ada

Fase 2: Pemilihan PSrE

·         Pilih PSrE dengan status minimal "tersertifikat"

·         Pastikan kompatibilitas dengan sistem perusahaan

Fase 3: Implementasi Bertahap

·         Mulai dari satu departemen atau jenis transaksi

·         Latih tim menggunakan sistem baru

Fase 4: Monitoring dan Evaluasi

·         Pantau kepatuhan terhadap regulasi

·         Update sistem sesuai perkembangan hukum

Arah Masa Depan

Menurut pernyataan OJK, tanda tangan elektronik tersertifikasi akan menjadi standar wajib untuk semua transaksi keuangan digital yang tidak dilakukan secara tatap muka. Ini menandai era baru #DigitalTrust di Indonesia.

Prediksi Perkembangan:

·         Integrasi dengan sistem identitas digital nasional

·         Pengakuan internasional untuk perdagangan lintas negara

·         Implementasi AI untuk verifikasi dokumen

·         Standardisasi regional ASEAN

Evolusi hukum tanda tangan digital di Indonesia menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun ekosistem #KeamananDigital yang handal. Dengan UU No. 1 Tahun 2024, Indonesia telah memasuki era baru kepastian hukum digital yang memberikan perlindungan maksimal bagi semua pihak yang bertransaksi secara elektronik ?